Pertanyaan itu muncul dalam novel Umberto Eco, Il nome della rosa, yang kemudian diulas Goenawan Mohamad dalam
Catatan Pinggir-nya. Ya, adakah Tuhan dan rasul-rasul-Nya menolak humor, mengharamkan canda dan permainan?
Tokoh utama dalam novel berlatar Eropa Abad Pertengahan itu
menjawab Kristus tidak pernah ketawa. Ia kemudian membela pentingnya
rasa humor, canda dan permainan karena itu bagian sah dari hidup sebagai
rahmat Tuhan.
Namun, benarkah Kristus tidak pernah ketawa?
Mari kita membayangkan sedang mengikuti pelayanan Yesus. Apa
kira-kira reaksi Anda ketika Ia menghardik ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi: "Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu
tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan"?
Kalau saya, saya berharap cukup berani untuk cekikikan (kecuali kalau
saya termasuk ahli Taurat dan orang Farisi!).
Philip Yancey mengamati bahwa kita ini, orang-orang Kristen
pengikut Kristus, hebat dalam bekerja, ahli dalam berdoa, namun
ketinggalan dalam soal tawa-tertawa. Kalau tidak percaya, silakan saja
tanya, apa kesan kebanyakan orang kalau mendengar istilah Kekristenan.
Anda kenal Charles Spurgeon, 'raja pengkhotbah' dari Inggris
pada abad ke-18? Konon, gayanya lumayan urakan untuk ukuran saat itu.
Berulang-ulang ia dikecam dan dianggap terlalu sembrono. Beberapa
anggota majelis menentang kebiasaannya menyisipkan humor dalam
khotbah-khotbahnya. Sambil mengedipkan mata, suatu ketika ia menanggapi,
"Kalau saja Anda tahu berapa banyak (cerita-cerita lucu) yang masih
saya simpan, Anda pasti akan mendukung saya...." Pengkhotbah ini lebih
memilih untuk mengajak jemaatnya tertawa sejenak daripada membiarkan
mereka tertidur nyenyak selama setengah jam.
Ibadah kita, kata G.K. Chesterton, seharusnya merupakan sukacita
tanpa akhir dan gurauan tak berkesudahan. Konon pula, kemampuan untuk
tertawa, terlebih menertawakan diri sendiri, dapat dianggap sebagai
salah satu indikator kedewasaan. Di satu sisi, tertawa memperlihatkan
penerimaan: bahwa kita ini memang makhluk-makhluk berdosa yang ada
kalanya bertingkah bodoh, dan karena itu menggelikan. Di sisi lain,
tertawa menyiratkan pengakuan: bahwa hanya dengan pertolongan Tuhanlah
kita bisa mengatasi kebodohan tersebut. Setuju?
* Dikutip dari "Pengantar" Bible Trivial
(Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar